Ada kosakata “amplifikasi” pada judul pelatihan seri Revolusi Digital Kampanye Sosial Sesi Kedua. Kata tersebut mempunyai arti perluasan atau pengembangan, jika dikaitkan dengan topik, bermakna, kampanye sosial yang terjangkau luas, atau bisa dikatakan banyak dibaca atau dilihat orang. Barajiwa Anggit Sentausa, Editor KokBisa, narasumber pelatihan sesi kedua, memberikan materi bagaimana Strategi Menyusun Amplifikasi Digital, pada tanggal 25 Maret 2022 via Zoom Meeting.

Menurut Barajiwa, kebanyakan konten edukasi yang bertebaran di media sosial itu berbentuk video. Tidak mudah membuat video, kita perlu menyusun alur, dan hal lainnya. Namun, hal itu menjadi tantangan, ditambah bagaimana memproduksi konten edukasi yang ditonton orang banyak.

Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah mengenali audiens atau persona. Sebab, setiap konten punya audiens masing-masing. Kita harus tahu tujuan atau cita-cita, kesibukan dan hobi, tontonan yang disukai, misalnya, juga kapan waktu menonton dan platform yang mereka gunakan. Dari persona tersebut, kita dapat menggali elemen-elemen untuk menentukan topik, judul, gaya penyampaian, sampai soal musik, figur yang disukai, dan durasi konten, dan sebagainya. Lalu, Barajiwa dan tim campaign.com memberikan worksheet yang perlu diisi oleh peserta. Beberapa kolom yang perlu diisi tidak hanya segmentasi, target, dan posisi, tapi juga persona tentang gender, usia, lokasi, dan pekerjaan, kebiasaan, serta kanal yang sering dipakai.

Langkah kedua, setelah konten dipublikasi, kita melakukan analisa, mengapa sedikit ditonton atau sebaliknya. Setiap platform mempunyai alat analisis yang bisa digunakan sebagai ukuran seberapa besar konten yang tersebut menjangkau audiens, misalnya.

Langkah ketiganya, bikin konten. Kunci dari konten yang berhasil adalah kekuatan cerita. Kita harus berpikir kreatif agar konten edukasi tidak membosankan, tapi justru menarik perhatian. Barajiwa bilang walaupun konten yang disampaikan edukatif, namun, perlu disampaikan secara menghibur. Contoh bikin video biologi dengan judul Kisah Duel Abadi Ayam vs Telur. Atau konten pelajaran fisika dengan judul Kisah Keajaiban Pesawat Terbang. Bagaimana menurut kamu, menarik, ‘kan? Pada bagian ini yang terpenting ialah konten harus logis.

Membuat storytelling yang menarik perhatian, tidak hanya menyontek dari literatur, tapi kita perlu memahami, dan rajin membaca buku, atau majalah, atau koran, bahkan postingan orang lain. Serunya, narasumber tidak pelit membagikan “rahasia” kesuksesan storytelling-nya KokBisa. Tenang saja, kamu yang tidak ikutan workshop kedua, kami akan bisikan di sini. Ssst, tahan nafas, ya.

Kunci menyusun storytelling, pertama, entertaining first, tahu, kan Bahasa Indonesianya? Jadi, bikin dulu orang penasaran dengan pembukaan yang menghibur atau jenaka, baru berikan edukasinya. Kedua, hindari jargon atau istilah rumit, gunakan bahasa sederhana. Kita menulis untuk dimengerti, bukan untuk terlihat pintar. Kalau mau tetap pakai jargon, kita harus menjelaskannya. Ketiga, gunakan analogi biar pesan yang ingin disampaikan semakin dipahami audiens. Keempat, berikan contohnya. Kelima, gaya bercerita atau penyampaian yang menarik, antusias, dan menggunakan perspektif kita agar pembaca merasakannya.

Selamat mencoba, ya, teman-teman. Kalau  gagal, bikin lagi, sampai kita semua sukses mengkampanyekan program-program organisasi.