Pada awal pelatihan keuangan Teknik Penyusunan Laporan Pajak Badan, sesi 8—9, narasumber Hadi Prayitno, Ak.,CA, menyampaikan bahwa per 1 Maret 2022, laporan SPT PPh Badan secara manual sudah tidak digunakan lagi. Tak hanya itu, dari sisi penyusunan laporan pun ada perbedaan dengan sebelumnya, dan ada beberapa hal yang menyebabkan koreksi fiskal. Lantas, bagaimana cara mengimplementasikannya di laporan pajak badan?
Negara kita sedang menuju ‘Indonesia Maju’, otomatis pemanfaatan teknologi semakin dioptimalkan, salah satunya soal pelaporan pajak. Jadi, korporasi maupun lembaga nirlaba, mau tak mau, harus beradaptasi dengan perubahan, dan terbiasa mengisi laporan melalui digital. Kini, laporan pajak orang pribadi dan badan, menggunakan aplikasi yang bisa dilihat di sini.
Pelatihan keuangan yang telah terlaksana pada tanggal 15—16 Maret 2022, via Zoom Meeting, bersama 2 narasumber, Hadi Prayitno, Ak.,CA., dan Ahmad Sofyan, serta fasilitator Paul Mario Ginting yang juga berpengalaman di bidang keuangan organisasi, memang tidak mencapai 100 peserta. Namun, peserta yang tak pernah absen dari webinar dan pelatihan sesi 2—9, menunjukan keseriusan mereka untuk belajar dan siap beradaptasi, menyongsong masa depan yang kian penuh kompetisi dan juga kemudahan.
Kembali ke materi di awal paragraf, laporan keuangan organisasi tidak serta-merta menjadi dasar untuk pelaporan pajak. Terlebih dahulu, harus rekonsiliasi fiskal atau bahasa mudahnya dikonversi sesuai standar akuntansi di Indonesia, menjadi laporan keuangan menurut UU pajak.
Yang perlu diperhatikan, apabila penerimaan organisasi banyak dari donor, hibah, wakaf, dan lainnya, atau pengeluaran lebih besar dibandingkan penerimaan, maka tidak termasuk objek pajak, karena bukan penghasilan. Jika, organisasi punya pemasukan lain, misalkan dari fundraising, harus dicermati, apakah penerimaan lebih besar daripada biaya pengeluaran. Andaikan lebih besar, berarti organisasi kita harus membayar PPh badan sesuai tarif pada pasal 17 (22% X laba fiskal). Jadi, ketika membuat laporan keuangan, kita sudah dapat memprediksi, apakah organisasi kita akan dikenakan PPh badan atau tidak.
Kemudian, Ahmad Sofyan, masih terkait laporan keuangan, bercerita pengalamannya, 7 dari 10 orang keuangan yang ditemuinya tidak memahami UU pajak NGO. Dan, seorang keuangan pun harus up-to-date. Hmm, rugi jika ada yang tidak ikut serial pelatihan ini, karena materi yang dipaparkan semuanya berdasarkan peraturan terbaru.
Sebelum menghitung dan menyusun laporan keuangan UU pajak, kedua narasumber memberikan pemaparan. Sebab, tidak mungkin menyusun laporan keuangan tanpa adanya pemahaman tentang undang-undang, pengertian istilah, dan lain-lain.
Yang seru dari serial pelatihan ini adalah ketika sesi tanya jawab. Nggak hanya tentang pajak atau keuangan, soal NPWP pun dapat dijawab oleh narasumber. Dan, pertanyaan terus bergulir, narasumber pun menceritakan kasus-kasus yang pernah ditemuinya. Selain itu, Paul Mario Ginting sebagai fasilitator, sukses memantik peserta untuk bertanya. Ia juga aktif bertanya yang menambah wawasan peserta.
Pada akhir sesi 9, Hadi Prayitno, Ak.,CA dan Ahmad Sofyan mengucapkan apresiasi sebesar-besarnya kepada peserta yang hadir dari awal sampai sesi akhir. Semoga dapat menambah kemampuan para mitra dalam menyusun laporan keuangan organisasi nirlaba.
Serial pelatihan keuangan kali ini digagas dan dilaksanakan Program Lingkar Madani yang dikelola Yayasan Penabulu dan didukung oleh The David and Lucile Packard Foundation. Tunggu, webinar dan pelatihan kami selanjutnya, ya.